Vitiligo adalah salah satu penyakit yang tidak ditemukan penyebab pasti melainkan hanya hipotesis-hipotesis yang dimunculkan oleh para peneliti. Ada tujuh teori hipotesis yang berkembang dikalangan ilmu kedokteran terhadap penyebab terjadinya penyakit vitiligo.
Teori-teori tersebut mencakup: genetik, autoimun, saraf,
biokimia, stres oksidatif, infeksi virus, dan teori mekanisme pelepasan
melanosit (sel lapisan kulit). Selain ketujuh teori tersebut diatas, ada juga
faktor pemicu yang dihubungkan dengan angka kejadian vitiligo pada 1 persen
dari seluruh populasi dunia, diantaranya adalah trauma fisik, panas matahari,
stres emosional, dan kehamilan. Namun tidak ada satupun yang terbukti menjadi
penyebab pasti (hubungan kausatif) terhadap terjadinya vitiligo pada suatu
individu.
Vitiligo dalam islam dianggap sebuah penyakit serius yang
menjadi cacat terhadap keberlangsungan rumah tangga, sehingga dibolehkan
meminta fasakh baik dari istri maupun menceraikan dari suami.
Dalam madzhab syafi’i, pembahasan tentang vitiligo masuk
dalam ranah pembahasan tentang penggolongan air berdasarkan sifatnya yang suci
menyucikan tetapi makruh dipakai, air tersebut yaitu air musakhanin bi
al-syams atau air yang
dipanaskan dengan menggunakan panas matahari, dikenal juga sebagai sebutan air
musyammas.
1. Air berada dalam wadah yang terbuat dari logam-logam
yang mudah berkarat seperti besi, timbal dan tembaga
3. Dipakai di anggota tubuh bukan di pakaian
Di sebagian
kitab fiqh dijelaskan, penggunaan air musyammas menjadi makruh jika terpenuhi
ketiga syarat di atas. Alasan yang dimajukan oleh kitab fiqh klasik adalah resiko
terkena penyakit vitiligo atau penyakit barsh (البرص).
Dalil untuk masalah ini adalah hadits:
أن عائشة رضي الله
عنها سخنت ماء في الشمس للنبي صلى الله عليه وسلم فقال : لا تفعلي يا حميراء فإنه
يورث البرص
Sesungguhnya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah memanaskan
air di bawah terik matahari untuk dipergunakan oleh Nabi SAW, saat Nabi melihat
beliau berkata: “Jangan engkau lakukan (hal tersebut) hai Humaira, sesungguhnya
hal demikian (memanaskan air di bawah terik matahari) dapat menyebabkan sopak
(vitiligo)”
Setelah dilakukan kajian kepustakaan lebih jauh, hipotesis Melanocyte Self-Destruction atau Teori Pelepasan Melanosit (sel lapisan kulit) memiliki kaitan dengan kenapa Nabi SAW dan ulama fiqh melarang penggunaan air yang dipanaskan matahari dalam wajan logam berkorosif tersebut.
Perlu diketahui bahwa sebagian besar materi logam mudah untuk mengalami korosifitas (pengerakan) saat bersinggungan dengan air terutama air yang mengandung ion tinggi. Hal ini diakibatkan proses oksidasi yang terjadi dalam air yang mengandung tinggi ion tersebut. Reaksi ini memicu pelepasan berbagai substansi dalam air tersebut, antara lain adalah phenol. Phenol atau phenolik ini memiliki peran dalam Teori Pelepasan Melanosit di atas, yaitu dengan menimbulkan reaksi sensitifitas terhadap stres oksidasi yang mempengaruhi sintesis melanin, yaitu pigmen yang diproduksi oleh sel lapisan kulit yang disebut melanosit. Hasil akhir dari proses tersebut dapat menimbulkan hipopigmentasi (pemudaran warna), depigmentasi (kehilangan warna) atau keduanya pada permukaan kulit.
Hubungan phenol, korosifitas logam dan angka kejadian vitiligo masih menjadi perdebatan di kalangan ahli penyakit kulit dan kelamin. Karena penyebab pasti dari vitiligo tidak pernah ditemukan. Hipotesis-hipotesis di atas dikembangkan sebagai penunjang teori kausatif saja. Hal ini sejalan juga dengan tidak adanya larangan tegas dalam kitab-kitab fiqh klasik yang menghukumi makruh terhadap penggunaan air musyammas.
Semoga artikel ini bisa memberi jawaban walau terbatas.
Ditulis oleh: dr. Tgk. Muhammad Thaifur
Sumber referensi:
Sumber referensi:
1. Al-Fiqh alaa Madzaahib
al-Arba’ah IV/98
2. Nihayatil Muhtaj ila Syarhil Minhaj Jilid I
3. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Corrosion
4. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Phenol
5.https://www.uptodate.com/contents/vitiligo-pathogenesis-clinical-features-and-diagnosis
Tidak ada komentar